MEDAN – Dalam rilis inflasi produsen AS menunjukan bahwa laju tekanan inflasi AS justru mengalami pelemahan. Bahkan untuk rilis data inflasi inti produsen AS pada bulan Februari mencatatkan deflasi 0.1% secara bulanan, rilis data tesebut kian menunjukan bahwa AS tengah menuju resesi seperti yang dikuatirkan sebelumnya.
“Tidak berhenti disitu, kabar buruk dimana komisi eropa akan memberlakukan kenaikan tarif terhadap barang-barang dari AS. Akan menambah beban bagi kinerja pasar keuangan secara keseluruhan. Pasar saham di AS dilanda aksi jual pda perdagangan sebelumnya. Namun mayoritas bursa di Asia sejauh ini masih mampu bergerak di teritori positif,” jelas Gunawan Benjamin Pengamat Ekonomi Sumatera Utara di Medan, Jumat (14/3).
Ditambahkan Gunawan, IHSG pada sesi pembukaan perdagangan melemah ke level 6.623. Disisi lain, memburuknya imbal hasil US Treasury 10 tahun ke kisaran 4,28% membuka kesempatan bagi US Dolar untuk melemah terhadap sejumlah mata uang di Asia tanpa terkecuali Rupiah. Mata uang Rupiah pada perdagangan pagi ini dibuka menguat ke level 16.350 per US Dolar, katanya.
Disebutkannya Rupiah dan IHSG secara keseluruhan masih dibayangi tekanan pada perdagangan hari ini. IHSG berpeluang untuk bergerak dalam rentang 6.570 – 6.650. Penguatan mata uang rupiah berpeluang menahan tekanan yang akan dialami oleh IHSG selama sesi perdagangan berlangsung. Rupiah berpeluang untuk bergerak dikisaran 16.330 hingga 16.430 selama sesi perdagangan, tambah Gunawan.
Secara terpisah,lanjutnya harga emas ditransaksikan menguat seiring dengan kekuatiran memburuknya perang dagang serta potensi resesi yang akan terjadi di AS. Harga emas saat ini mengaut ke level $2.987 per ons troy, atau sekitar 1.58 juta per gram. Harga emas saat ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah bagi emas, pungkas Gunawan. (Abi)