IPTI Sumut Minta Menteri Fadli Zon Minta Maaf terkait Pernyataan Tragedi Mei 1998

Ketua DPW IPTI Sumut Bobby Christian Halim SH MH CPM bersama pengurus lainnya, Stanley Alvin SH MKn dan Darwis Chandra SH.
Ketua DPW IPTI Sumut Bobby Christian Halim SH MH CPM bersama pengurus lainnya, Stanley Alvin SH MKn dan Darwis Chandra SH.

MEDAN – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI) Sumatera Utara (Sumut) mengecam keras pernyataan Menteri Kebudayaan Fadi Zon terkait tragedi Mei 1998.

Kecaman ini disampaian Ketua DPW IPTI Sumut Bobby Christian Halim SH MH CPM didampingi pengurus lainnya, Stanley Alvin SH MKn dan Darwis Chandra SH, di Medan, Senin (16/6/2025).

“Peristiwa Mei 1998 merupakan isu kemanusiaan, yang sampai saat ini sebenarnya mengharapkan kehadiran pemerintah. Satu isu kemanusiaan yang sangat mencemari hak azasi kemanusiaan,” ujar Bobby Halim.

Mirisnya, sambungnya, pernyataan mengecewakan terkait tragedi Mei 1998 justru datang dari Fadli Zon, salah satu aktivis 98 saat itu, yang paham betul apa yang terjadi saat itu.

Sebagai mantan aktivis 98, pihaknya berharap Fadli Zon mencermati serta menindaklanjuti apa yang dulu pernah diperjuangkannya saat menjadi aktivis 98 tersebut.

“Kami mengutuk keras stamen Bapak Menteri Fadli Zon terkait tragedi Mei 1998, yang menyatakan tidak adanya pemerkosaan massal,” tegas Bobby Halim.

Padahal, menurutnya, temuan fakta dari investigasi yang dilakukan Tim Pencari Fakta, sudah jelas peristiwa tersebut.

“Pada faktanya telah dilakukan investigasi dan penyelidikan, dan seluruh dokumen tersebut lengkap, berapa jumlah yang terjadi, di mana terjadi, dan hal-hal lainnya. Semuanya begitu lengkap,” ungkapnya.

Bobby Halim menyayangkan pernyataan Fadli Zon dan mendesak untuk meminta maaf.

“Kami meminta bapak menteri yang terhormat untuk melakukan permintaan maaf, kemudian menarik kembali pernyataan tersebut dan membatalan rencana revisi sejarah tersebut (terkait tragedi 1998),” katanya.

Bobby Halim menegaskan bahwa sejarah terkait tragedi Mei 1998 sudah sesuai fakta seperti disampaikan tim pencari fakta pada era kepemimpinan Presiden Habibie.

DPW IPTI Sumut meminta pemerintah seharusnya memberi perhatian terhadap tragedi Mei 1998 tersebut.

“Harapannya, pemerintah hadir bukan untuk merevisi sejarah, tetapi menindaklanjuti terkait temuan dari tim pencari fakta (tragedi Mei 1998) sehingga nanti menjadi satu tolok ukur bangunnya Indonesia,” ujarnya lagi.

Tragedi Mei 1998, kata Bobby Halim, merupakan satu kejadian luar biasa, pelanggaran hak azasi manusia terbesar dalam sejarah Indonesia.

Walaupun kenyataannya sangat pahit, seharusnya kejadian itu bukan kemudian hanya menjadi sekedar isu suku tertentu, tapi merupakan persoalan kemanusiaan.

“Seluruh elemen secara nasional sudah menyuarakan. Jadi ini bukan persoalan satu suku, namun merupakan isu kemanusiaan yang harus kita lawan. Bahkan untuk setingkat menteri harus dapat menghormati dan menghargai kami sebagai masyarakat Indonesia,” kata Bobby. (Red)